AGILE LU, NDRO!
Terinspirasi oleh kalimat legendaris almarhum Kasino yang sering kita dengar dari film-film Warkop DKI, saya sedikit memplesetkan dan menjadikannya judul artikel ini.
Ketika artikel ini ditulis, kurang lebih 1,5 tahun kami terbiasa melakukan kelas online. Kami terbiasa berhadapan dengan layar laptop sebesar 15″ selama berjam-jam dan melihat kotak-kotak kecil bergambar wajah atau sederet huruf mengisyaratkan nama seseorang. Di sinilah kami merasakan apa yang dirasakan oleh Tony Stark saat berbicara dengan Jarvis. Ada suara, gak ada orangnya! Macam paranormal experience saja.
Serunya lagi, seringkali saya temukan ada peserta yang minta ijin untuk kurang responsif karena pada saat bersamaan sedang ada online meeting dengan pihak lain. Jadi mereka, mengikuti dua event sekaligus. Atau sambil ikut pelatihan, sambil mengerjakan sesuatu di komputer, sambil melayani tamu, dan lain sebagainya. Sakti banget! Dan biasanya mereka lakukan hal tersebut atas nama agility.
Saya melihat ada pola pikir yang salah dengan terminologi “agile” yang mungkin ada di setiap profesional (mereka memiliki profesi) saat ini, yaitu “agility” secara sempit didefinisikan sebagai melakukan beberapa pekerjaan sekaligus. Padahal ada sebuah penelitian yang dilakukan oleh The British Institute of Psychiatri yang menyatakan bahwa pada saat kita melihat-lihat aplikasi texting sambil mengerjakan sesuatu yang kreatif akan memiliki dampak negatif bagi otak kita. Riset tersebut menyatakan bahwa IQ kita akan drop sebesar 10 poin. Sama bahayanya dengan ketika kita tidak tidur selama 36 jam (Erick Qualman, 2012). Mungkin teman-teman ada yang berpikir, “ah, cuma 10 poin!”. Iya sih.. Tapi apa jadinya 10 poin tersebut dibutuhkan pada saat teman-teman membuat keputusan hidup atau mati??
Itu padahal cuma melakukan sebuah pekerjaan sambil mengecek aplikasi text. Gimana kalau sambil mengerjakan yang lain coba?!
Yang saya pahami, agility adalah kelincahan kita berganti fokus dari satu tugas ke tugas lain dengan cepat. Kata kuncinya adalah “berganti” bukan melakukannya secara bersamaan. Saya menggunakan istilah “berganti” merujuk pada seberapa cepat kita bisa beradaptasi dengan tugas yang berbeda dari tugas yang kita lakukan sebelumnya. Ini baru bener!!
Mispersepsi yang berikutnya adalah banyak organisasi yang meletakan agility menjadi tanggung jawab para anggotanya, namun tidak pada pembangunan budayanya. Banyak organisasi yang ingin agile tapi keputusan hanya diambil oleh segelintir orang, birokrasi terlalu panjang dan kaku, serta tidak bertoleransi terhadap kesalahan yang dibuat oleh anggota tim. Betul sih, ide kreatif timbul dari keterbatasan. Namun beda jauh antara keterbatasan dengan dibatasi.
Jadi, buat teman-teman yang masih mengatasnamakan agile ketika ikut 2 meeting online, sambil buat laporan, bikin mie instant, mencukur kumis, dan push-up dengan 1 jari di waktu yang sama; pikir-pikir lagi deh! Kalau IQ kita di atas 200 sih berkurang 10 poin sih tidak terasa. Tapi kalau otak kita segelnya aja belum dibuka karena belum pernah dipakai? Maka 10 poin akan sangat berharga.
Arya Erlangga
Facilitator, Dunamis Organization Services